Masih Ada harapan




(Oleh: Khairy Al Fakih)

            (Sabtu, 9 Mei 2020) Paceklik kali ini disebabkan oleh sebuah pandemi yang cukup membuat geger seluruh negara seantero dunia. Corona Virus Atau COVID-19 kini menjadi teman dimanapun kita berada. Entah berita TV, radio, baliho, media sosial, hingga menjadi dasar kita untuk ber aktifitas. Sampai opini ini ditulis, di Indonesia sebanyak 13.112 pasien positif terpapar virus yang berasal dari Wuhan, Cina ini. Bertambah 336 orang positif dengan jumlah meninggal dunia 943 orang. Sedangkan jumlah pasien sembuh 2.494 yang menjadi harapan Indonesia terus melakukan segala macam upaya untuk menanganinya. Kerjasama aparatur negara, petugas medis, SATGAS, dan seluruh elmen masyarakat menjadi kunci agar pintu perlindungan benar benar tertutup untuk meluasnya pandemi ini.

            Media yang terus menggemborkan beragam berita tentang serba serbi virus ini, ditambah kebijakan pemerintah yang  untuk menghentikan persebaran virus ini merubah mindset masyarakat agar bisa hidup dengan bersih dan melakukan Social Distancing memang tidaklah mudah. Imbas dari semua itu pasti akan muncul beragam permasalahan. Apalagi yang di alami oleh seluruh masyarakat kelas menengah kebawah.
            Di posisi ini mereka dihadapkan dengan pilihan maju mundur kena. Kenapa demikian, perusahaan besar saja merasakan dampak yang signifikan gara-gara paceklik ini apalagi mereka masyarakat kelas menengah kebawah. Mereka dihadapkan oleh segudang dilema dimana jikalau mereka tetap melakukan aktifitasnya untuk bekerja, mereka harus berjuang untuk terhindar dari virus. Sedangkan jika lebih memilih mengamankan diri dari virus ini, kompor di dapur tidak akan menyala (Tidak ada makanan hari ini).
            Fakta yang demikian lah yang menuntut kita membuka mata secara lebar. Bahwa mungkin orang yang sedang membaca ini sedang dalam posisi nyaman menggenggam telefon pintarnya dan berdoa agar paceklik ini segera berakhir, atau mungkin ada yang merasa simpati, kasihan dengan perasaan kemanusiaanya yang terpendam dalam hati. Namun diluar sana ada orang yang menangis dan berdoa meminta agar setidaknya dia diberikan harapan untuk terus melanjutkan hidup di masa yang sulit ini.
            Tidak semua orang memiliki uang namun semua orang memiliki kadar rezekinya masing-masing.  Ini adalah harapan yang cukup ajaib untuk dijadikan dasar kita tetap bersyukur karena saya tidak pernah meragukan keimanan pembaca sekalian. Namun kita tau berdoa saja tidaklah cukup, sebungkus nasi dan sedikit receh dari kantong celana akan memberikan makna lebih  agar kita bisa melalui ini bersama.
Kita harus bisa mengetahui bagaimana diri kita yang sesungguhnya, kemampuan kita sebagai manusia dan kemungkinan apa yang bisa kita lakukan untuk masa sekarang. Kita juga harus bisa mengetahui kemampuan dan keadaan lawan kita, yaitu virus dan seluruh dampak buruk yang dibawanya. Demikian yang di kemukakan oleh Sun-Tzu seorang ahli strategi perang asal Cina  Ketahui seperti apa dirimu sendiri dan kamu akan memenangkan segala situasi” dalam bukunya “Art Of War”. Kita harus sadar kita memang sedang ber perang, namun kita juga harus memiliki ilmu pengetahuan agar bisa memenangkan perang ini, lihat kemungkinan dan peluang yang dapat kita lakukan. Tidak hanya sekedar ikut takut dan patuh serta mengharap bantuan.
Memilih memesan makanan dan membayar jasa ojek online lebih baik daripada membeli bensin untuk keluar rumah sendiri. Memberikan sedikit penghasilan untuk dibagi kepada yang membutuhkan, memberikan sisa masakan untuk tetangga yang tidak bisa masak, hingga sekedar memberikan pemahaman agar seseorang masih memiliki harapan hidup. Yang kaya membantu yang miskin, yang kuat membantu yang lemah, Pemerintah membantu rakyat jelata, yang pintar memahamkan yang kekurangan,  Karena masih ada kasih yang tersisa di dunia ini. Dan hal luar biasa itulah yang lebih bermakna dan bernilai dimata Tuhan Yang Maha Esa dibandingkan alam semesta ciptaaNya ini
Wallahu A’lam Bishawab

Komentar